Kampanye Stiker
Februari
2017 menjadi tahun pemilihan kepala daerah serentak di seluruh Indonesia.
Setidaknya akan ada 101 kepala daerah yang akan dilantik pada tahun 2017. DKI
Jakarta menjadi salah satu wilayah yang akan memilih Gubernur barunya pada 15
Februari mendatang. Sebagai ibukota negara pemilihan gubernur DKI Jakarta
menjadi isu nasional yang sudah lebih dari satu tahun kebelakang terus
dibicarakan. Mulai dari siapa yang akan maju sampai program kerja apa yang akan
dibuat oleh calon Gubernur baru ibukota.
Berbagai
macam cara kampanye dilakukan oleh tiap-tiap paslon, dari blusukan hingga
menggelar konser musik. Desember 2016
lalu ramai di media sosial seorang ibu mengunggah status di akun Facebooknya.
Beliau bercerita kalau rumahnya ditempeli stiker paslon no 1 pemilihan Gubernur
DKI Jakarta, yaitu pasangan Agus-Silvy.
Sumber : Detikcom |
Cerita
Tetty Paterasia warga KramatJati Jakarta Timur tentang rumahnya ditempeli
stiker paslon 1 ini sempat menjadi viral. Sejak diunggah ke media sosial pada
tanggal 29 Desember 2016 hingga 31 Desember 2016, cerita Tetty sudah dibagikan
sebanyak 4.325 kali. Tetty mengaku didata sebagai pemilih salah satu pasangan
calon, meski dia sebenarnya memilih calon lain.
Tetty
bercerita bahwa dia didatangi oleh perempuan yang mengaku petugas dari kelurahan
untuk pendataan pemilih Pilgub DKI Jakarta 2017. Padahal, Tetty dan sang ayah
sudah didtangi oleh KPU sebulan lalu dan mendapat stiker sebagai bukti
terdaftar sebagai pemilih resmi. Selang beberapa hari sejak status facebooknya
menjadi viral, Tetty sudah tidak bisa lagi mengakses akun miliknya.
Peraturan
dan Ketentuan Kampanye
Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Banwaslu) memiliki peraturan
sendiri mengenai kampanye. Seperti yang tertera pada peraturan Banwaslu tahun
2016 pasal 1 ayat (20) mengatakan :
“Kampanye
Pemilihan, selanjutanya disebut Kampanye, adalah kegiatan menawarkan visi,
misi, dan program Pasangan Calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan
mengenalkan atau meyakinkan Pemilih.” Kemudian dijelaskan di pasal 1 ayat (21a)
mengenai pendukung “Relawan adalah kelompok orang yang melakukan
kegiatan/aktivitas untuk mendukung Pasangan Calon tertentu secara sukarela
dalam Pemilihan.”
Dalam
peraturan yang dibuat oleh Banwaslu sudah jelas menjabarkan mengenai siapa yang
bisa disebut sebagai tim sukses atau relawan dalam kampanye paslon. Adalah
orang atau kelompok yang secara sukarela membagi waktunya untuk pemenangan
pasangan yang didukungnya. Apabila dalam pelaksanaanya ternyata relawan
pendukung paslon tertentu mengaku sebagai petugas dan menempelkan stiker paslon
dirumah-rumah warga dapat dikatakan kampanye terselubung atau kampanye hitam.
Apalagi penempelan stiker tersebut tidak dengan seizin pemilik rumah atau
secara suka rela dari pemilik rumah.
Kampanye
terbuka pasangan calon peserta Pilgub DKI Jakarta dimulai sejak 28 Oktober 2016
lalu. Sejak saat itu Banwaslu sudah menemukan 74 dugaan pelanggaran, dari
jumlah tersebut 49 dugaan terbukti yang dilakukan oleh tiga pasangan calon dan
dan telah diproses. Dari ketiga pasangan, pasangan Agus-Sylvi lah yang banyak ditemukan pelanggaran.
Masyarakat
Bebas Memilih
Dalam kasus
pemasangan stiker dirumah-rumah warga yang dilakukan tim sukses Agus-Sylvi
dengan mengatasnamakan pendataan pemilih dapat dikatakan sebuah pelanggaran.
Apalagi pemasangan stiker tersebut tidak dengan izin pemilik. Memang pemilik
rumah bisa saja langsung mencopot stiker tersebut, tapi yang ditekankan oleh
ibu Tetty atau pelapor adalah cara menempelkan stiker dengan menggunakan
embel-embel pendataan pemilih. Dan menggunakan perangkat desa atau RT/RW.
Penempelan
stiker sebagai salah satu alat peraga kampanye Agus-Sylvi memang sangat mudah
kita temui. Hampir disetiap rumah di gang-gang kaca rumah ada stiker
Agus-Sylvi. Entah memang pendukung pasangan tersebut atau senasib dengan Tetty. Pemasangan stiker dirumah-rumah warga hanya dilakukan oleh paslon nomer 1 tersebut.
Dari kasus ini kita dapat belajar bahwa, semakin maju negara kita semakin sempit cara-cara orang untuk mengkampanyekan dirinya. Tentu sudah ada peraturan yang mengatur bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk memilih pemimpinnya tanpa dipaksa oleh siapapun. Termasuk bebas untuk memilih apakah rumahnya bole atau tidak dipasangi oleh stiker paslon.
FATMAWATI
FATMAWATI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar