Sabtu, 08 April 2017

Spotlight : Ketika Media Membongkar Kejahatan


Awal tahun 2002 masyarakat Boston digemparkan dengan dengan headline dari koran lokal “The Boston Globe”. Melalui sebuah tim yang dinamai Spotlight secara gamblang The Boston Globe mengungkap pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendeta-pendeta gereja katolik di seluruh dunia terhadap ratusan anak dibawah umur dan telah dilakukan selama 15 tahun.  Headline dengan judul “ Church allowed abuse by priest for years” membuat warga Boston khususnya korban pelecehan berani untuk mengungkap kejahatan yang selama ini ditutupi oleh gereja tempat mereka beribadah selama ini.  Bahkan berita pengungkapan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendeta katolik bisa mengalihkan pemberitaan tragedi 11/9.
Kisah nyata tersebut menjadi materi dasar film Spotlight. Film Ini di sutradarai oleh Tom McCharty dan John Singer. Spothlight adalah sebutan untuk tim investigasi koran The Boston Globe. Terdiri dari 4 anggota yaitu Walter Robinson (Michael Keaton), Michael Rezendez, (Mark Rufallo), Sacha Pfeiffer (Rachel McAdams) dan Matt Carroll (Brian d’Arcy James) tim Spotlight biasa menuliskan berita investigasi untuk The Boston Globe.
sumber : google.com
Investigasi besar mengenai pelecehan seksual yang telah dilakukan oleh pendeta-pendeta tersebut dimulai sejak The Boston Globe kedatangan editor baru yaitu Marty Baron (Live Schreiber). Tim Spotlight diminta secara eksklusif dan hati-hati mengungkap kasus rahasia tersebut. Diawali dengan memperdalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pendeta John Geoghan. Yang menjadi permasalahan adalah ketika Kardinal Law dari Uskup Besar Boston diduga mengetahui hal itu namun malah mendiamkannya bahkan cederung menutupi kejahatan yang dilakukan oleh para pendeta. Setelah mendapatkan perintah untuk melakukan investigasi lebih dalam mengenai kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendeta, tim Spotlight segera membuat rapat kecil dan membagi tugas masing-masing.
Dari film Spotlight kita dapat belajar bagaimana para jurnalis mengumpulkan data untuk liputan jangka panjang mereka. Masing-masing anggota Spotligth memiliki Job-desc terpisah : Rezendes bertugas untuk mengumpulkan data dari pengacara yang mewakili para korban, Pfeiffer turun ke lapangan untuk melacak dan mewawancarai langsung para korban, sementara Carroll membuka arsip-arsip lama Boston Globe.
Untuk mengungkap kebenaran kasus pelecehan seksual ini tim Spotlight membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sulitnya bertemu dengan pengacara yang menangani korban dan pengacara yang membela gereja, serta tim Spotlight harus menggugat gereja agar data-data yang disimpan rahasia bisa terbuka untuk umum. Apa yang dilakukan tim Spotlight tidaklah mudah, karena dihadapi dengan masyarakat Boston yang mayoritas adalah pemeluk khatolik taat.
Menggugat gereja untuk membuka dokumen bukan satu-satunya cara yang dilakukan oleh tim Spotlight mendapatkan informasi. Membuka dokumen-dokumen lama Boston Globe hingga membaca satu-satu riwayat hidup pendeta yang bertugas di Amerika dan negara lainnya. Dari sana tim Spotlight mendapatkan fakta bahwa ada 90 pendeta khatolik yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Dalam film ini kita diajarkan bagaimana seorang jurnalis melakukan pendekatan terhadap narasumber yang relevan. Tidak hanya melakukan riset, tapi tim Spotlight juga menggunakan akses pribadi untuk mencari informasi sebuah peristiwa. Dari sana  kita dapat belajar bahwa seorang jurnalis haruslah pandai membangun relasi dengan semua kalangan agar mempermudah dalam mencari informasi. Melakukan pendekatan dengan cara bermain golf, menonton pertandingan baseball, makan malam, datang kerumah hingga mendatangi kantor narasumber.
Dalam film ini kita juga dapat melihat bagaimana sulitnya seorang jurnalis mengungkap kebenaran dengan segala rintangan di dunia jurnalistik. Isu yang berpotensi kontroversial tersebut membuat penyelidikan ini dijegal beberapa tantangan. Baik dari tekanan atasan, rumitnya birokrasi atau yang lebih utama adalah narasumber yang tidak mau mebeberkan apa yang sebenarnya terjadi.
Kasus pelecehan seksual dengan pelaku adalah pemuka agama atau yang dihormati disuatu agama merupak sebuah kasus yang sangat sensitif. Tim Spotlight berusaha untuk berada di jalur netral, dimana mereka ingin memberitakan sebuah fenomena yang ada, tanpa menjatuhkan agama maupun gereja. Kesensitifan kasus yang sangat tinggi ini juga merumitkan tim Spotlight dalam mencari korban sebagai narasumber dan meyakinkan mereka untuk mau berbicara. Tidak sedikit tim Spotlight di tolak oleh narasumbernya.
Kendala besar yang dialami oleh tim Spotlight lagi adalah saat kejadian teroris 11 September saat gedung WTC di tabrak dengan sengaja oleh pesawat. Tim yang sedang fokus mengerjakan investigasi dalam kasus pelecehan seksual diminta oleh kantor membantu peliputan tragedi 9/11 tersebut. Pergejolakan terjadi diantara tim Spotlight sendiri, karena penyelidikan mereka bisa dikatakan sudah hampir selesai, apalagi dihari keberangkatan Renendez meliput merupakan hari dimana pengadilan mengabulkan tuntutan Boston Global untuk membuka dokumen rahasia gereja. Dan tim Spotlight diminta untuk menunda penayangan berita mengenai pelecehan seksual sampai awal tahun 2002.
Hari terbit laporan investigasi mengenai pelecehan seksual yang dilakukan pendeta sudah mendekati, Boston Globe sadar akan ada pengaruh yang besar dalam pemberitaannya kali ini. Bahkan pada hari cetak Boston Globe sudah menyiapkan orang-orang yang akan berada di kantor dan menerima telepon dari pembacanya. Hari yang dinanti tiba, kasus pelecehan seksual pada anak-anak oleh pendeta di Boston naik cetak, banyak korban yang tadinya sempat tertutup tidak mau menceritakan kasus besar tersebut menjadi terbuka dan bersedia menjadi narasumber Boston Globe. Dan efek terbesar dari pemberitaan ini adalah Uskup Kardinal Law mengundurkan dari jabatannya. Selama 6 bulan dari penerbitan pertama Boston Globe fokus memberitakan tentang kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pendeta.
Spotlight adalah film yang sangat tepat apabila masyarakat ingin mengetahui bagaimana sebuah perusahaan berita memproduksi beritanya hingga dapat diberikan masyarakat. Jurnalistik adalah proses panjang untuk mengarah pada kebenaran bagi publik. Yang dapat kita pelajari lagi bagaimana seorang jurnalis melakukan investigasi dalam mecari informasi. Investigasi sendiri  menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan dan sebagainya dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasian suatu zat dan sebagainya).
Sedangkan jurnalisme investigasi adalah kegiatan mengumpulkan, menulis, mengedit, dan menerbitkan berita yang bersifat investigative, atau sebuah penelusuran panjang dan mendalam  terhadap sebuah kasus yang dianggap memiliki kejanggalan. Jurnalisme investigasi menghasilkan sebuah karya jurnalistik, yaitu laporan investigasi. Laporan investigasi sebagai sebuah karya jurnalistik tidak ditentukan oleh besarnya kasus yang dibongkar, melainkan manfaat atau dampak apa yang ditimbukan setelah kasus tersebut terbongkar.
Dalam film Spotlight kita dapat melihat bahwa dalam melakukan investigasi mereka menggunakan metode-metode yang ada, yaitu :
1.             Material Trail, yaitu menelusuri atau mencari jejak dan ukti-bukti dalam bentuk benda. Sesuai dengan metode Material Trail tergambar dalam film Spotlight adalah saat mereka mengumpulkan artikel-artikel koran yang berhubungan dengan kasus, menggugat gereja untuk membuka dokumen rahasia serta melihat riwayat hidup dari pendeta yang pernah bekerja di Boston.
2.            People Trail, yaitu mencari jejak-jejak orang yang terlibat atau yang bertanggung jawab atas kasus tersebut. Sesuai dengan metode People Trail tergambar Dallam film bagaimana tim Spotlight setiap harinya mendata orang-orang yang kemungkinan ada didalam kasus tersebut. Tim Spotlight pun mandatangi orang- orang tersebut, seperti korban, mantan pelaku pelecehan, pengacara hingga keluarga korban.
3.             Money Trail, atau follow the money. Mengikuti lairan uang atau mencar jejak hang. Dalam film ini ada sedikit diceritakan bagaimana tim pengacara yang awalnya membantu korban malah mengambil uang korban dari hasil tuntutan yang dimenangkannya.








Senin, 06 Februari 2017

Kampanye Stiker

Februari 2017 menjadi tahun pemilihan kepala daerah serentak di seluruh Indonesia. Setidaknya akan ada 101 kepala daerah yang akan dilantik pada tahun 2017. DKI Jakarta menjadi salah satu wilayah yang akan memilih Gubernur barunya pada 15 Februari mendatang. Sebagai ibukota negara pemilihan gubernur DKI Jakarta menjadi isu nasional yang sudah lebih dari satu tahun kebelakang terus dibicarakan. Mulai dari siapa yang akan maju sampai program kerja apa yang akan dibuat oleh calon Gubernur baru ibukota.

Berbagai macam cara kampanye dilakukan oleh tiap-tiap paslon, dari blusukan hingga menggelar konser musik.  Desember 2016 lalu ramai di media sosial seorang ibu mengunggah status di akun Facebooknya. Beliau bercerita kalau rumahnya ditempeli stiker paslon no 1 pemilihan Gubernur DKI Jakarta, yaitu pasangan Agus-Silvy.
Sumber : Detikcom
Cerita Tetty Paterasia warga KramatJati Jakarta Timur tentang rumahnya ditempeli stiker paslon 1 ini sempat menjadi viral. Sejak diunggah ke media sosial pada tanggal 29 Desember 2016 hingga 31 Desember 2016, cerita Tetty sudah dibagikan sebanyak 4.325 kali. Tetty mengaku didata sebagai pemilih salah satu pasangan calon, meski dia sebenarnya memilih calon lain.

Tetty bercerita bahwa dia didatangi oleh perempuan yang mengaku petugas dari kelurahan untuk pendataan pemilih Pilgub DKI Jakarta 2017. Padahal, Tetty dan sang ayah sudah didtangi oleh KPU sebulan lalu dan mendapat stiker sebagai bukti terdaftar sebagai pemilih resmi. Selang beberapa hari sejak status facebooknya menjadi viral, Tetty sudah tidak bisa lagi mengakses akun miliknya.

Peraturan dan Ketentuan Kampanye

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Banwaslu) memiliki peraturan sendiri mengenai kampanye. Seperti yang tertera pada peraturan Banwaslu tahun 2016 pasal 1 ayat (20) mengatakan :

“Kampanye Pemilihan, selanjutanya disebut Kampanye, adalah kegiatan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon dan/atau informasi lainnya, yang bertujuan mengenalkan atau meyakinkan Pemilih.” Kemudian dijelaskan di pasal 1 ayat (21a) mengenai pendukung “Relawan adalah kelompok orang yang melakukan kegiatan/aktivitas untuk mendukung Pasangan Calon tertentu secara sukarela dalam Pemilihan.”

Dalam peraturan yang dibuat oleh Banwaslu sudah jelas menjabarkan mengenai siapa yang bisa disebut sebagai tim sukses atau relawan dalam kampanye paslon. Adalah orang atau kelompok yang secara sukarela membagi waktunya untuk pemenangan pasangan yang didukungnya. Apabila dalam pelaksanaanya ternyata relawan pendukung paslon tertentu mengaku sebagai petugas dan menempelkan stiker paslon dirumah-rumah warga dapat dikatakan kampanye terselubung atau kampanye hitam. Apalagi penempelan stiker tersebut tidak dengan seizin pemilik rumah atau secara suka rela dari pemilik rumah.


Kampanye terbuka pasangan calon peserta Pilgub DKI Jakarta dimulai sejak 28 Oktober 2016 lalu. Sejak saat itu Banwaslu sudah menemukan 74 dugaan pelanggaran, dari jumlah tersebut 49 dugaan terbukti yang dilakukan oleh tiga pasangan calon dan dan telah diproses. Dari ketiga pasangan, pasangan Agus-Sylvi lah yang banyak ditemukan pelanggaran.

Masyarakat Bebas Memilih

Dalam kasus pemasangan stiker dirumah-rumah warga yang dilakukan tim sukses Agus-Sylvi dengan mengatasnamakan pendataan pemilih dapat dikatakan sebuah pelanggaran. Apalagi pemasangan stiker tersebut tidak dengan izin pemilik. Memang pemilik rumah bisa saja langsung mencopot stiker tersebut, tapi yang ditekankan oleh ibu Tetty atau pelapor adalah cara menempelkan stiker dengan menggunakan embel-embel pendataan pemilih. Dan menggunakan perangkat desa atau RT/RW.

Penempelan stiker sebagai salah satu alat peraga kampanye Agus-Sylvi memang sangat mudah kita temui. Hampir disetiap rumah di gang-gang kaca rumah ada stiker Agus-Sylvi. Entah memang pendukung pasangan tersebut atau senasib dengan Tetty. Pemasangan stiker dirumah-rumah warga hanya dilakukan oleh paslon nomer 1 tersebut. 

Dari kasus ini kita dapat belajar bahwa, semakin maju negara kita semakin sempit cara-cara orang untuk mengkampanyekan dirinya. Tentu sudah ada peraturan yang mengatur bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk memilih pemimpinnya tanpa dipaksa oleh siapapun. Termasuk bebas untuk memilih apakah rumahnya bole atau tidak dipasangi oleh stiker paslon.

FATMAWATI