Indonesia Perangi Hoax
Sidang pertama Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam kasus penistaan agama meninggalkan beberapa cerita kontroversi di masyarakat. Dalam sidang perdananya itu Ahok dinilai banyak berbohong oleh beberapa kalangan. Salah satu pernyataan Ahok yang kemudian memicu beredarnya berita dan foto hoax mengenai dirinya rutin mengunjungi makam ibu angkatnya tanpa menggunakan alas kaki demi menghargai keyakinan orang tua angkatnya.
Menanggapi pernyataan Ahok saat persidangan kemudian beredar foto Ahok sedang mengunjungi makam yang belum diketahui milik siapa, saat itu Ahok menggunakan alas kaki. Dalam foto yang diunggah oleh kompas.com disebutkan bahwa Ahok mengunjungi makam ibu angkatnya di TPU Karet Bivak. Bahkan ada sebuah situs media yang ikut memberitakan tentang hal tersebut.
Belakangan ini, masyarakat makin tidak bisa membedakan mana berita yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya dan mana berita hoax. Semakin berkembangnya media sosial dan dunia digital, semakin mudah juga berita bohong atau hoax berkemang di masyarakat. Polri bahkan mengimbau masyarakat untuk tidak mudah menyebarkan informasi yang belum terbukti kevalidannya alias hoax.
sumber : turnbackhoax.com/foto hoax |
sumber : turnbackhoax.com |
Belakangan ini, masyarakat makin tidak bisa membedakan mana berita yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya dan mana berita hoax. Semakin berkembangnya media sosial dan dunia digital, semakin mudah juga berita bohong atau hoax berkemang di masyarakat. Polri bahkan mengimbau masyarakat untuk tidak mudah menyebarkan informasi yang belum terbukti kevalidannya alias hoax.
Melihat semakin
marak berita fitnah dan hoax tersebut, beberapa orang pembuat aplikasi yang
tergabung di dalam Masyarakat Anti Fitnah Indonesia mengembangkan sebuah
aplikasi bernama Turn Back Hoax. Turn Back Hoax adalah aplikasi berbasis
crowdsourcing yang dirancang untuk mengumpulkan berbagai informasi fitnah dan
hoax yang beredar di internet. Dalam aplikasi ini masyarakat diajak untuk
melaporkan berita-berita yang dianggap hoax dan dapat meresahkan.
Presiden Joko Widodo dibeberapa kunjungannya tidak segan untuk
mengkampanyekan gerakan Turn Back Hoax. Bahkan di sebuah kesempatan Jokowi
mengatakan bahwa media sosial menjadi penyumbang utama mengalirnya
berita-berita hoax.
Masyarakat Harus Lebih Pintar
Dalam kasus ini masyarakat diajak untuk lebih pintar dalam
memilih dan menyampaikan berita yang diterima. Masyarakat sekarang khususnya
generasi milenia cenderung lebih senang melihat berita dari apa yang diunggah oleh rekan di media sosialnya atau broadcast message yang diterimanya.
Berbanding terbalik dengan perkembangan dunia digital yang sudah memudahkan
masyarkat untuk mengunduh aplikasi portal berita online dalam smartphone.
Di situs resmi milik Kementrian Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia, menyebutkan bahwa Indonesia adalah "raksasa teknologi
digital Asia yang sedang tertidur". Pada tahun 2018 diperkirakan jumlah
pengguna aktif smartphone di Indonesia mencapai lebih dari 100 juta orang. Dengan
jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara terbesar keempat sebagai
pengguna aktif smartphone setelah Cina, India dan Amerika. Sebuah portal
resources http://www.alexa.com/topsites/countries/ID
10 besar laman yang di unduh masyarakat Indonesia pertanggal 17 Januari 2017
hanya 3 portal berita yang menduduki 10 besar.
Sepanjang 2016, Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya menyebut ada ribuan akun media sosial dan media online yang menyebarkan informasi hoax, provokasi hingga SARA. Dari angka tersebut sebanyak 300-an diantaranya telah diblokir. Keseriuan pemerintah dalam memerangi berita hoax yang dapat menghasut dan meresahkan masyarakat adalah mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pelaku penyebar kabar atau berita bohong bisa dianggap melanggar Pasal 28 Ayat 1. Di dalam pasal UU ITE ini disebutkan : "Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar."
Ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi berita hoax cepat beredar :
- Masyarakat Indonesia cenderung hanya membaca judul berita bukan baca berita.
- Malas verivikasi sumber berita yang dibacanya.
- Lebih senang membaca berita melalui media sosial atau broadcast message dibanding membaca koran atau portal berita.
Solusi
Peran pemerintah dan masyarakat dalam memerangi berita hoax yang beredar saat ini sama besarnya. Pemerintah harus lebih memperketat terutama tentang perizinan portal berita yang sudah semakin banyak dan sulit untuk diverivikasi ketepatan beritanya. Seperti yang sudah dilakukan oleh Facebook saat ini, melihat aplikasi buatannya sudah banyak digunakan untuk memprovakasi banyak orang dengan isu SARA dan propaganda Mark Zuckerberg menggandeng google untuk mengambil langkah serius. Pemerintah juga harus lebih banyak bekerja sama dengan media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia utuk meredam berita hoax. Sosialisasi mengenai UU ITE kepada masyarakat juga harus lebih digerakkan lagi.
Masyarakat sebagai kalangan yang paling bertanggung jawab dalam penyebaran isu hoax, harus lebih rajin untuk membaca, memilah dan membedakan mana berita yang bisa dipertanggung jawabkan. Sebagai pengguna smartphone masyarakat juga harus lebih smart dalam menyebarkan berita yang ada dan tidak mudah untuk terprovokasi. Tidak bisa dipungkiri akibat dari banyaknya berita hoax yang tersebar antar kelompok saling meghujat, antar keyakinan saling membenci.